Gejolak Transportasi Online, Siapa Atau Apa Yang Salah?

Tulisan ini terinspirasi dari dongeng perjalanan hidup aku di Menado tanggal 22 - 27 Desember 2016. Sebulan sebelum keberangkatan ke kota tersebut aku telah mempersiapkan segala-galanya termasuk tiket, penginapan, daerah kuliner, daerah wisata, shopping dan lain-lain sehingga aku sudah merasa siap untuk menikmati travelling disana. Setibanya di kota Menado, sayapun mulai mencicipi hawa-hawa panas dan macetnya lalulintas di kota ini, tidak ibarat yang aku bayangkan sebelumnya kotanya mungkin sejuk dan tidak macet. Sembari melihat-lihat notes HP, timbul juga rasa kesal alasannya kendaraan beroda empat travel kami bergerak tersendat-sendat, macet ditu deh. Sayapun melihat dari jendela beling banyaknya pasukan motor hijau berlabel alias Go-jek. Akhirnya hati sayapun bahagia alasannya untuk pertama kalinya aku sanggup mencoba menggunakan Go-jek di Menado.

Setelah install aplikasi Go-jek sayapun bereksperimen untuk mencari ikan bakar di restoran sesuai petunjuk Google Maps. Lima menit panggilanpun tiba dengan harga niscaya tertera Rp. 6000. Saya betul kagum dengan aplikasi Go-jek alasannya aku sanggup keliling-keliling kota Menado dengan jemputan sempurna di depan hotel atau daerah tujuan manapun yang aku kehendaki dan hebatnya lagi terbebas dari kemacetan alasannya driver Go-jek pun mempunyai jalan-jalan "khusus" alias potong kompas melalui gang-gang sempit sekalipun biar bebas macet dan tiba cepat di daerah tujuan, biar sanggup melayani pelanggan lainnya. Saat diantar kadang aku melaksanakan "interview kecil" risikonya aku menerima gosip bahwa Go-jek ini luar biasa alasannya banyak membuka lapangan pekerjaan tidak hanya sebagai pekerjaan "Ojek Ori" tapi juga"Ojek Sampingan" dengan penghasilan yang relatif besar. Bayangkan mahasiswa sanggup kuliah sambil kerja sampingan dengan penghasilan Rp. 3 sampai 4 juta perbulan atau kalau menjadi ojek full time sanggup memperoleh penghasilan di atas Rp. 7 juta sampai Rp. 9 juta perbulan.

Lima hari basuh mata dan menikmati enaknya masakan Menado, sayapun kembali ke Sangatta, Kalimantan Timur. Namun, yang menjadi catatan utama aku bukannya indahnya Bunaken atau Bukit Kasih; ataupun enaknya nasi kuning Seroja, sambal dabu-dabu, bubur Menado ikan tuna; melainkan transportasi Go-jek tersebut. Kekaguman saya, sebagai tamu di kota Menado, Go-jek sanggup mengantar aku kemana saja tanpa mutar-mutar untuk menambah biaya alasannya  tarif biayanya sudah ditentukan dari perusahaan Go-jek sendiri, bukan dari pengemudi Go-jeknya. Bayangkan saja, kalau menggunakan ojek tanpa label (non Go-jek) biayanya Rp. 75.000 ke Bandara tetapi dengan Go-jek hanya Rp. 42.000. Beda banget bukan?

Ceritanya menjadi lain ketika Maret 2017 marak ditayangkan di televisi aksi-aksi demo supir angkot menuntut penolakan hadirnya transportasi online contohnya Go-jek, Uber, dan lain-lain. Alasannya para pemberi jasa transportasi online ini telah "mengambil sebagian lahan" pencaharian mereka yang berimbas penghasilan mereka menurun drastis. Aksi semakin berkembang brutal tatkala mereka saling sweeping dan saling serang sehingga menimbulkan korban jiwa dan material mengakibatkan kerugian tidak hanya antar mereka yang bertikai tetapi juga merusak kemudahan umum dan mengganggu ketertiban masyarakat pengguna lalulintas. 

Melihat tayangan agresi supir angkot vs Go-jek, sayapun merenung..............apa yang salah sih dari transportasi online ini? Bukankah kini ini zaman online yang butuh efisiensi waktu dan pelayanan praktis? Banyak diantara kita tentunya yang telah menggunakan jasa toko online menggunakan aplikasi internet yang sama-sama menguntungkan pedagang dan konsumen. Jadi, tidak seharusnya transportasi online itu ditolak alasannya terperinci menguntungkan perusahaan penyedia jasa, para tukang ojek dan seluruh masyarakat. Mungkin lebih bijak kalau sistem dan aplikasi transportasi online nantinya diadopsi dan digunakan juga untuk transportasi masal ibarat bus trans dalam dan antar kota, kereta api, pesawat dan lain-lain. Coba kita bayangkan apabila nantinya kita ingin naik bus atau kereta api antar kota, kita tidak perlu lagi membeli tiket, cukup deposit di aplikasi, pilih rute tujuan kemudian akan tertera harga tiketnya sehingga ketika check-in tidak perlu antri lagi tetapi hanya mencocokkan nomor tiket/ID pesanan melalui aplikasi di smartphone kita. Mudah bukan?

Jadi, kehadiran transportasi online sebaiknya kita dukung saja alasannya teknologi tidak pernah "bermusuhan" atau "mematikan" aktifivitas masyarakat  sepanjang teknologi itu bermanfaat bagi produsen, konsumen dan semua pihak. Ingatlah....teknologi dalam genggaman tangan, semakin dekat dan semakin "bersahabat" dengan manusia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Un 2018 Matematika #Relasi Dan Fungsi

Sukses Ujian Nasional (Un) 2018 # Lingkaran, Sudut Sentra Dan Sudut Keliling.

Kemendikbud Un 2018 Jaring-Jaring Dan Kerangka Bangkit Ruang